H
ampir sebagian orang pencinta alam di Indonesia pasti mengenal Gunung Papandayan, Gunung yang memiliki ketinggian 2622 meter diatas permukaan laut(mdpl), Gunung yang terletak di kec. Cisurupan, kab. Garut Jawa Barat, gunung yang meletus beberapa  tahun silam dan masih aktif sampai sekarang. kawah yang masih mengepul dan perkebunan edelweis, bunga yang terkenal dengan sebutan bunga keabadianya  yang terletak di Tegal Alun di puncak Papandayan, yang semakin menambah eksotis di mata pencinta alam terlebih ada hutan mati, hutan yang hanya popohonan kering sisa letusan.
Itu yang melatarbelakangi 5 orang mahasiswa Stikom Wangsa Jaya Banten, untuk mendatangi Gunung Papandayang yang terkenal di daerah Garut tersebut. Agus salah seorang mahasiswa Stikom yang pernah mendaki Gunung Papandayan menuturkan, “ gunung papandayan adalah salah satu gunung yang  memiliki keindahan yang tak kalah dengan gunung yang lain di Indonesia dan  salah satu gunung merapi yang masih aktif hingga sekarang. yang terletak dikec. Cisurupan, kab. Garut Jawa Barat, Gunung yang memiliki ketinggian 2622 mdpl dengan kepulan kawahnya dan  sisa letusan beberapa tahun silam, jika kita tiba di puncak papandayan dan mata kita akan dimanjakan oleh panorama alam yang sangat indah karena adanya  perkebunan eidelweis, bunga yang terkenal dengan sebutan bunga keabadianya. Dengan hawanya yang sejuk yang membuat kita betah berlama-lama berada di sana.” Ungkap Agus.
Reggy  yang juga mahasiswi Stikom mendengarkan Agussaat menceritakaan bagaimana, seperti apa gunung papandayan itu. Antusiasme bukan hanya terjadi pada Reggy melainkan mahasiswa yang lainnya seperti Assti Noni dan Yudi. Begitu seriusnya mendengarkan Agus menceritakan dan mereka memutuskan ingin berangkat ke Gunung Papandayan. Tanya Reggy “Gus kapan kita kesana dan barang-barang apa saja yang harus dibawa” ungkap Reggy.Jawab Agus “kita berangkat hari kamis malam (14/06) dan pulang hari sabtu  tanggal (16/06) kebetulan kita libur kerja dan libur kuliah pula,  hari minggu kita sudah ada di rumah masing-masing untuk istirahat karena hari senin sudah mulai aktivitas seperti biasa.” Ungkap Agus lagi.
Seminggu setelah rundingan akhirnya mereka berangkat dan berkumpul di terminal serang agar memudahkan saat keberangkatan, sambil mengecek barang apa saja yng harus dibawa.Ternyata tidak hanya mereka, Agus mengajak komunitas pencinta alam lainnya yang kebetulan komunitas yang Agus naungi. Gorda pencinta alam (GOPALA), nama yang diambil dari daerah dimana mereka tinggal, yang bermarkas di Gorda Cikande Serang.  Tepat pukul 20:30 WIB. Mereka berangkat menuju Kp. Rambutan dan tiba pukul 22:30 WIB. Istirahat sejenak dan langsung mencari mobil jurusan Garut dan sampai lah ke terminal garut pukul 03:30.  Sarapan dan langsung bergegas mencari mobil yang siap mengantarkan mereka ke tujuan berikutnya yaitu kec. Cisurupan. Kecamatan yang menghubungkan langsung ke kaki Gunung Papandayan, butuh 45 menit perjalanan  dari terminal Garut ke kec. Cisurupan. Tak ingin berlama-lama lagi mereka langsung menaiki mobil bak terbuka untuk ke tempat tujuan terakhir Gunung Papandayan.  50  menit perjalanan, mereka tiba di pos 1 gunung papandayan untuk registrasi, registrasi adalah salah satu kewajiban para pendaki untuk mendaftarkan diri agar memudahkan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tibalah mereka di tempat peristirahatan, tepat di  bawah kaki Gunung Papandayan. Banyak warung-warung menjajakan dagangannya, karena perjalanan semalaman dan sangat melelahkan mereka pun beristirahat sejenak menikmati secangkir kopi dan pisang goreng yang masih hangat. “Sambil melihat panorama Gunung Papandayan, sepanjang mata memandang terlihat tebing-tebing dan kawah Papandayan yang sangat mempesona udara pagi yang sangat dingin cocok untuk menghangatkan badan.” Ungkap Yudi.
Terasa sudah cukup beristirahatnya mereka pun bergegegas merapihkan bawaanya seperti tenda, makanan, dan yang lainnya. “hayu kita berangkat, sebelum itu kita berdoa terlebih dahulu agar pendakian kita bisa selamat sampai tujuan dan tidak ada halangan atau kendala apapun” ungkap Zaenal (GOPALA). Tepat pukul 06:30 WIB. Mereka memulai pendakian, perlahan-lahan mereka menapaki jalan karena banyaknya bebatuan di sepanjang jalur pendakian, terlihat tebing-tebing yang sangat tinggi dan jalannya yang sangat terjal di sepanjang pendakian terlihat kawah Papandayan yang mengepul di atas batu belerang.  Terlihat para pendaki lain yang mulai terasa kelelahan dan beristirahat di sepanjang jalur pendakian,sebagian dari mereka yang sibuk mengabadikan mengambil photo dengan latarbelakang kepulan kawah dan bersandar di bebatuan.
 Itu juga yang dilakukan Reggy, seakan-akan tak mau kalah dengan para pendaki lain. Sibuk mengabadikan moment dengan kertas-kertas yang sudah dipersiapkan bertuliskan nama-nama yang Reggy anggap sahabat terbaiknya, dengan kaca mata coklatnya sudah siap untuk di photo. Putra  yang ikut  pendakian dengan stikom yang juga kekasih Reggy  hanya tersenyum melihat kekasihnya yang sibuk mengabadikan moment tersebut. Tibalah mereka di hutan mati, hutan dengan pepohonan kering di sepanjang mata memandang dengan konstruksi tanah yang kering putih dan suhu yang lumayan panas.
“Tempat bagus dan cocok untuk di abadikan, hayu kita abadikan kita berlima mahasiswa Stikom. kita Photo bareng di sini” ungkap Noni, dan di iyakan oleh yang lainnya. Terlihat dari kejauhan tenda-tenda para pendaki lain yang sudah tiba dari tadi atau sudah bermalam dari “kemarin. Kita akan membuat tenda dimana di Puncak tegal Alun apa di sana bareng dengan para pendaki lain di Pondok Salada” ungkap Agus. Akhirnya mereka memutuskan di Pondok Salada, dan tak lama kemudian mereka tiba lah di tempat perkemahan, langsung membangun tenda tepat di bawah pohon edelweis. Sebagian dari mereka membuat masakan agar saat tenda selesai mereka langsung beristirahat dan makan, makan di suasana alam dengan panorama yang indah membuat mereka lupa dengan aktivitas keseharian. Maha Besar Allah atas segala kekuasaanya menciptakan alam seindah ini. Suasana alam yang tak akan mungkin di temukan di kota mereka tinggal panas penuh polusi.
Saat menikmati suasana. Tanpa di duga disela-sela mereka memainkan kartu dan bercengkerama, tiba-tiba saja hujan deras dan mengakibatkan sebagian tenda bocor,  barang-barang pun harus di evakuasi ke tenda yang tak bocor. Untung saja hujannya tak berlangsung lama, hujan mulai reda, dan tenda-tenda pun harus segera di perbaiki yang sekan-akan habis terkena badai porak poranda. Tak terasa waktu menjelang sore dan malam pun tiba, udara semakin dingin. Tepat tengah malam udara semakin dingin dan menusuk itu berlangsung hingga pagi hari.
Suasana pagi yang sejuk dengan pancaran sinar matahari yang masih malu-malu mengintip di sela-sela pegunungan, pepohonan yang mengeluarkan hawa dingin karena terpancar sinar matahari suara burung-burung berkicau menambah eksotis suasana pagi itu. Mereka pun terbangun dari tenda, suasana malam yang dingin malam itu terkalahkan dengan pancaran matahari yang menghangatkan tubuh. Bergegas cuci muka dan tepat pukul 09:00 WIB. Hanya sebagian dari mereka yang pergi ke Tegal Alun, Puncak Papandayan, sebagian lainya memilih tinggal di tenda dan membuat makanan. Hanya mahasiswa Stikom, Putra dan 1 orang dari GOPALA  yang pergi, di perkirakan 1 jam perjalan ke Tegal Alun, Puncak Papandayan.jalur pendakian yang lumayan curam dan harus extra hati-hati agar tidak tergelincir, melihat suasana alam di tempat ketinggian sangat lah menyenangkan tapi harus penuh kewaspadaan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan.
Tibalah mereka di Tegal Alun, Puncak Papandayan. terlihat papan nama yang menandakan sudah tibanya mereka di tempat tujuan. “kita sudah sampai di Tegal Alun, Puncak Papandayan. Hayu kita nikmati suasanya.” Ungkap Agus. Sepanjang mata memandang banyak sekali bunga edelweis, karena Tegal Alun sudah terkenal dengan perkebunan edelweisnya. Rasa lelah saat pendakian sudah terbayarkan dengan panorama alam yang begitu mengesankan.  “jangan sia-siakan kesempatan ini mari kita menikmatinya dan berphoto ria” ungkap Assti. Para pendaki lain pun sama, seakan tak mau menyia-nyiakan dan tak mau melewatkan semuanya.
Setelah menikmati suasana dan merasa sudah siang dan harus menyegerakan pulang, susana indah itu pun harus di tinggalkan karena mereka harus pulang. Tepat di papan nama ANDA BERADA DI LOKASI AREA KONSERVASRI TEGAL ALUN, mereka mengabadikannya dengan Photo bareng semua Mahasiswa Stikom. Di sela-sela turun pulang mereka mengabadikan Photo, seakan-akan kurang puas dengan semuanya dan tak ingin meninggalkan begitu saja. Tak ayal selama perjalanan turun pulang semuanya berhenti di setiap melihat tempat yang mereka anggap bagus untuk di abadikan. Tak terasa selama perjalanan walau sering berhenti akhirnya merek tiba di tenda dan terlihat sudah siap makanan, karena Zaenal (GOPALA) tak ikut ke Tegal Alun, beliau specialis chef di tenda dan sudah pernah ke Tegal Alun maka dari itu beliau memutuskan untuk tinggal di tenda dan mempersiapkan makanan untuk mereka.
tiba lah mereka di tempat perkemahan dan melihat makananan yang sudsah siap untuk disantap,  tak mau berlama-lama lagi mereka pun langsung menyantapnya. Begitu lahapnya mereka menyantap makanan itu, karena setelah perjalanan ke Tegal Alun memerlukan tenaga dan rasa lapar di sepanjang perjalanan.
Seusai makan mereka pun langsung bergegas merapihkan tenda dan mengepak barang bawaan. Ada beberapa sampah dan mereka langsung membersihkannya dan di bawa turun pulang. “Alam yang sangat indah jangan sampai dikotori oleh sampah, karena Gunung bukan tempat sampah,” ungkap yudi.
Hari menjelang siang, semua sudah tertata rapih waktunya untuk pergi meninggalkan tempat yang begitu indah. Gunung Papandayang.  Akan ada kenangan yang akan dibawa pulang. Begitu indah alam Indonesia, jelajahi dan nikmati keindahanya.
















SAMPAI JUMPA LAGI DI TEMPAT LAIN  YANG TAK KALAH INDANYA DAN PASTINYA LEBIH MENARIK UNTUK DI JELAJAHI.
SALAM R3 STIKOM
      WANGSA JAYA BANTEN

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKAM PRABU KIAN SANTANG/SUNAN ROHMAT SUCI

pesona Mt. Guntur 2249 Mdpl

CIHUNJURAN SALAKANAGARA DAN SITUS BATU GOONG BANTEN